7 Persamaan Najwa Shihab dan Ophi Ziadah


[Perempuan Rabu] Eh serius nih judulnya, Seriuslaah. Kalau cari perbedaan antara saya dan Nana (begitu Najwa Shihab akrab dipanggil), pasti gak bakalan mampu saya buat dalam satu postingan. Bisa berseries, Lebayy kayak Mata Najwa.

Naah supaya bisa jadi satu postingan di tengah kegalauan skenario "new normal", saya mau pake metode cucokologi ceritanya. Iyes, karena kalo cucokologi dipakai untuk area yang "serius" menjadi sangat tidak pas menurut saya.

Saya mau seseruan aja nih. Pliss biasa aja ya disikapinya, bukan mau nyama-nyamain sama public figure yang lekat dengan sebutan perempuan cerdas dan inspiratif ini. Cuma buat happy-happy aja...

Hmm sebenarnya ada banyak sih persamaan di antara kami selain kami sama-sama wanita. Tapi karena saya punya keterbatasan membuat gambar dan meme untuk mendukung postingan ini, jadi saya buat 7 aja ya gais. 7 kan angka yang manis juga, kayak saya dan Nana.

Uhuuk!

Kesannya kami kenal dekat gitu yaks. Well, for sure she doesn't know me, but I know her to some extant. Of course, since she is a famous public figure as you know her too. Cuss yuk simak 7 persamaan kami.

1.  Lulusan Graduate Law School of Melbourne University.


Saya dan Nana sama-sama berlatar belakang pendidikan bidang hukum. Nah ternyata saya dan Nana sama-sama pernah bersekolah di Graduate Law School University of Melbourne. Iyes, saya menjalani magister hukum di sana pada pertengahan 2016 dan kembali ke tanah air di akhir Desember 2017. Nah kalau Nana, melanjutkan studi Magisternya ke Melbourne di 2008. Jadi kami emang gak sempat ketemu. Tentu saja gak kenal secara personal juga sih. Dalam hal ini aku seniornya Nana dung ya.




Meski sama-sama jebolan Melbourne Uni. Jalan karir kita emang beda. Saya aparatur sipil negara waktu berangkat dan pulang masih jadi aparatur sipil negara. Nana berangkat dengan karir Jurnalis dan kembali ke tanah air juga kembali ke bidang yang sama.

Baca Juga: 8 Lokasi Favorit Gratisan di Pusat Kota Melbourne

Kalau gak salah info, Nana juga mendapatkan beasiswa pendidikan S2 di Melbourne Uni dari Pemerintah Australia (Ausaid) deh. Kalau Nana lewat program ALA (Australian Leadership Award), saya lewat APS (Australia Partnership Scholarship). Tapi yang pasti saat menjadi student di sana, kami sama-sama jadi warga Brunswick. Anak Brunswick mana suaranya?

2. Fans Bapak Quraish Shihab


Hahaha, ya iyalah Prof Quraish kan emang Abinya Nana. Pastinya ngefans dung ya sama sosok Abi tercintanya. Kalau saya? Wah saya sendiri ngefans sejak lama sama beliau, bahkan sebelum saya tahu atau kenal Nana.  Pak Quraish merupakan salah satu pakar ilmu tafsir di Indonesia yang karya dan pemikirannya banyak mewarnai para muslim scholars selanjutnya di bidang tersebut. Saya masuk ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat Pak Quraish menjadi Rektor (Tahun 1995). Waktu itu nama kampusnya masih IAIN.



Fakultas saya (dulu namanya Fakultas Syariah, sekarang Fakultas Syariah dan Hukum) di Kampus Ciputat berdekatan dengan rumah dinas rektor. Rumah dinas Rektor waktu itu sederhana sekali lho. Saya sering penasaran dengan situasi di rumah yang rindang di balik pagar yang berbatasan dengan kelas saya. Sekarang sih tinggal kenangan karena UIN sudah jauh berubah dari gedung dan penataan komplek di kampus.

Selain karena kapasitas keilmuan dan pemikiran beliau, saya kagum karena beliau sosok ulama yang sangat santun, lembut, dan ramah. Pas banget jadi contoh Islam inklusif. Membaca kisah bagaimana beliau mendidik anak-anaknya juga membuat saya kagum.  Kalau belum kenal, mungkin kesannya beliau galak dan kaku. Tapi saat sudah mendengarkan bagaimana beliau menyampaikan ilmu, atau bahkan membaca bukunya terasa kalau beliau pribadi yang hangat dan open minded.

Baca juga: Sydney Road, Seruas Jalan Penuh Kenangan

3. Suami alumni Fakultas Hukum UI


Iyes, persamaan berikutnya merupakan kebetulan aja hahaha. Kan cucokologi ceritanya. Suami Nana, lulusan FH UI merupakan kakak kelas Nana. Ibrahim  S. Assegaf. Kalau suamiku seangkatan sama Nana di FH UI. Nah mungkin kalau Nana udah tenar dari zaman kuliah. Pak Suami mungkin beda geng hahaha.


Gak sempet nanya sih kalau mereka saling kenal seperti apa? Tapi kalau saya pun ditanya teman seangkatan (meski satu fakultas), ya gak semuanya inget juga sih. Paling teman-teman sejurusan ya kan? dan tentu saja yang seleb atau pejabat senat aja sih hahaha. Zaman saya nama BEM-nya, senat gais. Tuwir yaak saya :). Kalau Nana dan suami satu kampus, saya dan suami satu kantor. Eh gak ada yang nanya yaks. Baeklah.

4. Gak Bisa Nyetir


Ini saya  tahu gara-gara Nana hadir di acara Hitam Putih-nya Deddy Corbuzier. Agak gak percaya dan lumyayan kaget juga sih. Nah yang ngasih tahu tuh suaminya, Baim- kalau Nana gak bisa nyetir. Well, dan katanya resolusi setiap tahun ya itu "pingin bisa nyetir", tapi selalu hanya jadi resolusi setiap tahun. Sama persis kek aku lah inih. Wkwkwk

Banyak yang gak nyangka aku gak bisa nyetir juga. "Mba Ophi gak bisa nyetir?" lalu aku cuma bisa jawab dengan nyengir kuda. Tapi begitulah, tapi sekarang sih udah sampai pada tahap. Ya udahlah, gak usah jadi beban, mungkin memang itu yang terbaik saat ini ya. Masih ada abang ojek, gojek, supir taksi, comline, dan sekarang ada MRT juga kan.

Jadi ya sutralah hahaha. *menghibur diri mode on*. Yang pasti Pak Suami selalu bisa punya alesan buat nganterin atau ngejemput saat punya waktu hehehe. Tanda cinta katanya.

5. Perempuan Kedua dari 4 Saudara Perempuan

Again ini agak-agak maksa sih *lol. Kalau Nana lima bersaudara, 4 saudaranya perempuan dan Ia anak ke 2 (sekaligus perempuan kedua). Nah kalau aku, delapan bersaudara, aku anak ke 6, tapi dari 8 bersaudara kami 4 perempuan dan 4 laki-laki, saya anak perempuan kedua. Hmm tetep ya ada samanya. Iya in aja sih. Biar happy gitu :D


6. Karir Bukan Cita-cita.



Ini macem jodoh yang tertukar eh. Nana kabarnya bercita-cita jadi pengacara dan hakim tapi kemudian meski berpendidikan di bidang hukum, Ia magang di salah satu TV besar di Indonesia sebagai reporter dan kemudian justru membangun karir dan sukses sebagai jurnalis dan presenter TV. Sekarang selain jurnalis, Nana juga menjadi pengusaha media yang sukses.

Saya dulu bercita-cita jadi jurnalis. Gak ada garis keturunannya sih hahaha. Dua kali ikut UMPTN untuk bisa masuk Fakultas Komunikasi di salah satu universitas favorit. Meski sudah jadi mahasiswa di bidang hukum selama satu tahun, tetap penasaran dan ikut UMPTN lagi tahun berikutnya. Tapi tetap bukan takdirku ternyata.

Baca Juga: Satyalancana Karya Satya Nugraha

Jadilah aku di sini hari ini, jadi Perancang Peraturan Perundang-undangan. Terpaksa dan akhirnya harus menikmati karir di bidang hukum. Meski sampai hari ini percaya kalau aku punya passion di dunia jurnalistik. Mungkin itulah mengapa kemudian aku menikmati blogging sebagai hobby.

7. Emak Pecinta Daster

Eh ternyata kami juga punya kesukaan yang sama lho. Sekembai ke rumah dari aktivitas di luar, paling enak ya ganti baju pake daster. Hmm merdeka banget gak sih rasanya. Hidup daster. Kabarnya Nana punya banyak koleksi daster dengan beragam model dan motif.

Klo ada daster lucu, rasanya pingin bawa pulang aja. Iyes, saya paham banget deh soal ini. Belum lagi sensasi menggunakan daster yang meski udah robek dikit atau warnanya udah lusuh itu makin gimanaa gitu hahaha. Tunjuk tangan emak-emak pecinta daster juga kayak kami. *Kiss kiss.

Baca Juga: Melbourne, Ibu, dan Kamu

Demikianlah 7 Persamaan antara Ophi Ziadah dan Najwa Shihab berdasarkan metodelogi cucokologi *lol.  Ada yang mau menambahkan? Sharing yuk di kolom komentar. Again just for fun yaa.

Note: Semua gambar Nana bersumber dari Facebook Najwa Shihab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Komunikasi Suami Isteri

Family Fun Time With Colour to Life Faber-Castell

Mengenal Spektrum Elektromagnetik