Manajemen Konflik Rumah Tangga



Sesi ketiga ilmu kerumahtanggan. Kali ini temanya tentang manajemen konflik. Dalam rumah tangga tidak bisa dihindari adanya konflik. Dua kepala dengan latar belakang yang berbeda bersatu dalam rumah tangga. Belum lagi dua keluarga. Hakikatnya gesekan itu normal adanya. Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa memenej diri agar bisa menyelesaikan konflik rumah tangga ini dengan elegan.

Berpasang-pasangana dalah merupakan fitrah manusia. pernikahan merupakan cara yang diberikan Allah untuk menyalurkan fitrah manusia secara sah. Namun demikian tidak pernah ada rumah tangga yang tidak berkonflik. Tidak pernah ada kehidupan pernikahan yang tidak berkonflik Bahkan di kehidupan pertama di bumi. Dalam keluarga Adam dan Hawa yang diceritakan ada konflik antara Qabil dan Habil. Bahkan di kehidupan Rasulullah pernah ada konflik yang terjadi. Konflik dalam rumah tangga ini merupakan sunatullah hadir menyertai kehidupan berumahtangga. Hanya saja bagaimana kita bisa menyiapkan diri menghadapinya?

Baca: Manajemen Komunikasi Suami Isteri


Pernikahan adalah ibadah jangka panjang. Ibadah tidak pernah luput dari godaan syaithon. Syaithon tidak pernah berhenti mengganggu orang beribadah. Sehingga orang yang berada dalam ikatan pernikahan dalam kondisi beribadah tidak akan luput dari tipu daya syaithon. Dalam pernikahan makhluk ketiga adalah syaithon. Ia akan dengan penuh tipu daya dan berbagai cara mengipasi pasangan untuk terus berkonflik. Konflik yang sederhana akan dibuat menjadi besar.  Sehingga kita harus fokus dan berpikir jernih ketika terjadi permasalahan atau berkonflik dengan pasangan. Mintalah petunjuk Allah agar kita bisa menyelesaikannya dengan elegan

Sebeleum membahas lebih lanjut tentang manajeman konflik rumah tangga. perlu diketahui komponen-komponen dalam rumah tangga. Dalam sebuah rumah tangga ada circle inti yang berisi isteri, suami, anak. Circle ini merupakan circle utama dalam sebuah rumah tangga. di luar circle inti ada circle sekunder yang meski berada di luar inti rumah tangga namun berinteraksi cukup intens dengan kita sebagai circle inti. Mereka adalag mertua, orang tua, adik ipar, kerabat, om , tante, nenek, kakek.

Konflik rumah tangga bisa datang dari circle inti maupun circle sekunder kita. Ini adalah hal yang nyata. Terkadang konflik datang dari kita atau suami, ada kalanya konflik datang dari anak-anak. Namun saat circle inti aman dan damai, bisa jadi konflik datang dari circle sekunder.

Rumah tangga kokoh adalah rumah tangga degan circle inti yang kuat ikatannya. Kita harus menguatkan rumah tangga, mulai dari circle intinya. Pastikan rumah tangga kita memiliki circle inti yang kokoh dimulai dengan menyelaraskam visi misi antara suami isteri dengan melibatkan Allah dalam hal ini. Pastikan pasangan memiliki visi misi yang jelas.  Bangun manajemen komunikasi yang efektif dengan pasangan. Again, dalam menajemen konflik libatkan Allah dan lancarkan komunikasi dengan pasangan (suami/isteri). Pegang selalu tujuan berumah tangga "lillahi ta'ala".

Baca Juga: Ihsanul amal dan Hukum syara'

Meskipun konflik adalah sunatullah dalam suatu pernikahan. Namun ada pasangan suami isteri rawan mengalami konflik diantaranya:

  • pernikahan yang membawa setumpuk PR dari awal seperti menikah dengan orang yang sedari awal kita tahu tidak terlalu sholeh dengan harapan kelak berubah, menikah dengan lelaki yang ringan tangan dengan harapan sembuh kelak, atau menikah tanpa persiapan.
  • niat menikah yang salah
  • tidak paham akan kewajiban suami isteri
  • masalah finansial yang tidak terbuka
  • keran komunikasi yang macet
  • keterbukaan yang rendah
  • cemburu - over posesive
  • hilangnya romansa dalam pernikahan
  • perkara ranjang yang tidak harmonis

Agar konflik tidak sering terjadi, maka harus dihindari hal-hal di atas.

Konflik internal adalah konflik yang berasal dari circle inti. Bagaimana menghadapi konflik yang berasal dari circle inti? Karena konflik tidak bisa dihindari adalah bagaimana mengelolanya, bagaimana menghadapinya. Bahkan konflik selayaknya bisa menjadi hal yang menghangatkan hubungan rumah tangga sebagai dinamika.

Manajemen Konflik: Sebelum (preventif), Pada Saat, dan Pasca Konflik 


  • Preventif terhadap konflik saat konflik belum dimulai:



  1. buat kesepakatan dengan pasangan (things to do jika kelak ada konflik). dibuat road map , SOP, atau plan bagaimana jika kelak dalam rumah tangga ada konflik mulai dari yang ringan, sedang berat, dan seterusnya. Semisal jika kelak ada konflik yang berat kemana kita akan membawa masalah kita untuk mencari penengah. Manajemen konflik sebelum konflik itu terjadi. Bagaimana misalnya jika kelak ada pihak ketiga yang hadir mengganggu rumah tangga. Apa yang harus kita lakukan? Ini semacam kurikulum rumah tangga yang sifatnya preventif. Orang ketiga adalah peluang pencetus konflik yang sangat signifikan. Bagaimana misalnya saat ada sikap atau ucapan yang tidak nyaman yang datang dari circle sekunder. Buat kesepakatan antar kita dan pasangan. Inilah pentingnya membangun rumah tangga dengan ilmu. 
  2. perbaharui niat dengan rutin. Yang namanya belasan tahun menikah maka pasti akan ada masa dimana hadir jenuh, capek, dan sejenisnya. Maka penting untuk saling mengingatkan untuk selalu memperbaharui niat yakni untuk mendapat ridha Allah.
  3. lancarkan keran komunikasi karena inilah inti preventif conflict adalah lancar komunikasi dengan memperlakukan pasangan dengan baik dan bagaimana mengalirkan emosi juga dengan baik.


  • Saat konflik terjadi



  1. redam emosi dalam-dalam

           Belajar dari Abu Darda:
"Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridho dan apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridho,  dan jika tidak, maka kita tidak akan menyatu."
Menjaga diri agar kita tidak meletupkan emosi saat kita sedang berkonflik adalah syarat agar konflik tersebut tidak berujung pada perpecahan. Jangan terlalu reaktif. Hal-hal yang keluar dari mulut kita harus hal yang sudah kita pikirkan masak-masak dan solutif. Bukan memperkeruh keadaan. 
2. Laksanakan road map
Selesaikan semuanya berdua, jika permasalahan sudah cukup genting, bila perlu cari penengah yang adil, bijak, dan berilmu.
Mempraktikkan kesepakatan yang pernah disusun sebagai bentuk preventif atau pencegahan jika kelak terjadi konflik. Ada sirah tentang konflik yang terjadi antar Rasul dan Aisyah. Rasul kemudian menawarkan siapa yang dipercaya Aisyah untuk menjadi penengah konflik mereka. Kemudian Aisyah menunjuk Abu Bakar Ash shidiq. Abu Bakar justru emosi sebelum Aisyah selesai menyampaikan masalah. Kemudian Rasul meminta beliau untuk pulang dan memberi waktu kepada Aisyah hingga keseokan harinya untuk melanjutkan diskusi. Sebelum hari berikutnya, Aisyah sudah kembali bermanja pada Rasul. 

        3. Hindari blaming pasangan
Bukan kompetisi, tidak mencari pemenang, hindari menggunakan kalimat hitam putih.
Pada saat konflik terjadi, kita harusnya menjadi tim yang solutif, bukan kompetitif. Pasangan yang berjuang mencari jalan keluar dan titik temu yang menyelesaikan permasalahan. Mencari kesalahan pasangan akan membuat pasangan enggan memperbaiki diri dan keluar dari konflik. Fokus pada solusi dari problemnya bukan mencari kambing hitam.

        4. Jagalah martabat bersama
Jangan menampakkan konflik di hadapan anak-anak
Menghindari mengekspose konflik yang di hadapi di depan anak-anak. Negatif effect bagi anak-anak yang menyaksikan orang tua sedang berkonflik, trauma, frustasi, dan negatif effect lainnya. Jangan menjelekkan atau membentak pasangan di depan anak-anak. Jangan pernah libatkan anak-anak dalam konflik rumah tangga.

  • Pasca konflik



  1. minta maaf dan memaafkan
  2. tak perlu mengingat-ingat konflik, jangan ungkit lagi: melupakan memang tidak mudah, namun kita harus mengatur prioritas bahwa memori terkait konflik sebagai hal yang tidak perlu diingat-ingat.
  3. fokus melihat sisi kebaikan pasangan
  4. berfikir positif
  5. jangan bongkar aib ke orang lain

Baca Juga: Tips Menjadi Jodoh impian


Alur Mapping dari penuntasan konflik terkait pelanggaran komitmen pernikahan, di mana terjadi kasus di mana suami/pasangan terus menerus melakukan kemaksiatan misalnya berselingkuh atau berjudi atau sejenisnya. Ada dua jalan yang bisa dilakukan:

  • Ishlah: komitmen untuk memperbaiki kesalahan oleh si pelaku dan di sisi lain korban membukakan pintu maaf. Ishlah merupakan cara terbaik. Lanjutkan kehidupan menuju masa depan dan jangan korek-korek masa lalu yang sudah terjadi. Bismillah, fokus pada masa kini dan masa depan. Memaafkan dan melupakan memang dua hal yang tidak bisa terjadi sejalan. Namun demikian meski tidak sederhana, jika diupayakan akan terjadi sinergitas antara kognitif/otak dan hati yang melupakan luka.


  • Cerai: jika tidak tercapai titik temu. Maka Allah melarang kita menzholimi diri kita sendiri. Jika mempertahankan akan melukai dan merusak diri dan anak-anak. Maka terkadang jalan yang ditempuh adalah perpisahan. Jika kita memilih opsi ini maka akan terasa berat namun kita harus segera bangkit dan move on! Ingat tujuan hidup untuk mencapai keridhoan Allah.

Ada tips sederhana untuk kembali mengharmoniskan kembali pasca konflik. Karena godaan syaithon pasca konflik dan bahkan luka lama yang masih tersimpan. Tips yang boleh dicoba adalah saat kita hendak complain atas apa yang dilakukan pasangan, ingat-ingatlah kembali 3 kebaikan dari pasangan. complain : good thing --> 1: 3

Bagaimana dengan konflik eksternal? jika konflik berasal dari circle sekunder. Rumah tangga yang kokoh adalah rumah tangga dengan circle inti yang kokoh. Kokohkan circle inti karena saat ada gangguan dari circle sekunder kita akan tetap solid dan makin kuat dalam menghadapi hal tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Komunikasi Suami Isteri

Family Fun Time With Colour to Life Faber-Castell

Mengenal Spektrum Elektromagnetik