Zaha dan Piala

Sore itu bergegas saya masuk rumah sesaat setelah motor yang mengantarkan kami dari stasiun berhenti di depan rumah. Senja sudah sedemikian tua. Saya harus memastikan anak-anak segera mandi dan bisa sholat maghrib berjamaah.



Saya agak kaget di atas meja tamu tampak sebuah piala. Hmm semula saya pikir anak-anak sedang main-main dan menggunakan piala sebagai salah satu alat bermain. Saya amati lagi. Hmm ini piala baru.

"Juara I mendeskripsikan Gambar" Peringatan Bulan Bahasa MGMP Bahasa Indonesia MTsN I Kota Tangsel"

Waah Kakak selamat yaa alhamdulilaah.

Baca: Ulangan Pertama Ka Zaha

Kaa...selamat yaa. Kakak menang?

Saya bicara agak keras karena Kakak Alinga pasti sedang di kamarnya di atas.

Ada sahutan. Tapi saya tidak begitu jelas.

Well, ternyata si Kakak sibuk mengerjakan tugas yang lain di kamarnya.

Tanpa ganti baju saya langsung ke ruang makan dan dapur. Memastikan apa yang harus saya siapkan untuk makan malam mereka.

Tiba-tiba Ka Zaha turun dari atas. Menyalami dan mencium tangan saya. Kami berpelukan.

"Sehat hari ini nak? bekal dan makan siangnya habis?"

Pertanyaan rutin ala Mom of Trio.

"Iya, habis kok... cuma dimsumnya tinggal satu tadi aku bawa pulang"

"Ibuuu...."

Ka Zaha makin mengeratkan pelukannya.
Matanya berkaca-kaca.

"Kenapa sayang...?" Jujur saya disergap resah.

"Maafin aku ya bu... aku gak bisa bikin Ibu bahagia". Saya agak tertegun. Diam sejenak mencoba mencerna.

"Aku gak bisa bikin Ibu bahagia, aku gak banggain Ibu, aku blom bisa kasih Ibu piala kayak Kakak."
Matanya makin berkaca.

Saya peluk erat tubuhnya, cium pipinya.

"Aaah Ka Zaha udah piala buat Ibu."
"Ka Zaha kalo sabar, mau bantu Ibu, selalu jadi anak baik, itu udah seperti Ka Zaha kasih piala. Itu udah bikin bahagia."

"Tapi aku gak bisa kasih Ibu piala".

Baca Juga: Meski Adik Kakak, Kami Berbeda Bu

"Gak papa... Setiap orang itu passionnya beda-beda, setiap orang itu kelebihannya beda-beda. Kayak kayak bagus di bidang akademik. Zaha juga punya kelebihan di bidang lain. Yang penting Zaha selalu berusaha dan gak malas-malasan belajar. Apapun hasilnya, Ibu bahagia dan bangga kalau sudah berusaha."

Wajahnya kembali sumringah...
"Jadi gak papa ya bu..."
"Gak papa sayang..."
"Oh iya aku nanti senin mau tampil bu, nyanyi sama temen-temen di Al Sky Fest..."
"Oh ya...sukses yaa. Semoga lancar ya. Berani ya Ka..."

"Aku mau hafalin lagunya bu.."

Alhamdulillah Ia sudah kembali ceria.

Dari jajaran piala yang ada di rumah memang ada 1 atau 2 milik Ka Zaha. Tapi bukan piala hasil lomba atau kompetisi tapi lebih sebagai tanda partisipasi kegiatan saat dia TK dulu. Sisanya paling banyak piala Ka Alinga dan beberapa piala lomba Dek Paksi.

Saya sebetulnya pingin anak-anak mencoba mencari pengalaman dan mengasah keberanian saat mengikutsertakan mereka dalam suatu kompetisi. Tapi saya bukan type orang tua yang gemar mengikutsertakan anak untuk mengejar piala. Saya tidak ingin membuat mereka tertekan. Semua piala ini lomba mereka di sekolah. Saya ikutkan mereka di lomba-lomba yang sifatnya having fun lebih untuk mencari pengalaman dan memupuk keberanian.

Awalnya saya bersemangat jika ada kompetisi tertentu. Saya pingin anak-anak mencoba dan tentu saja untuk mengasah keberanian dan sportifitas.Tapi dari beberapa kali mencoba saya melihat anak-anak saya punya karakter yang berbeda menyikapi kompetisi. Sejak itu saya lebih pemilih. Selalu saya tawarkan dahulu apakah mereka mau atau tidak baru saya daftarkan dan saya tidak lagi terlalu mendorong mereka untuk ikut. Walaupun dulu saat ikut lomba dan sejenisnya, saya tidak pernah memberikan target menang. Semua untuk having fun saja.

Tapi ternyata saya tidak bisa menyamaratakan pada ketiga krucils saya. Mereka butuh support dan treatment yang berbeda. personality, passion, karakter, dan passion mereka berbeda.

Kadang Zaha suka tampak terintimidasi saat berbicara soal prestasi. Zaha bukan anak yang bodoh. Cukup bagus juga kok nilai akademiknya meskipun belum pernah punya pencapaian outstanding seperti kakaknya.  Tapi saya selalu meyakinkan semua anak-anak saya bahwa setiap mereka adalah unik. Mereka punya potensi yang berbeda. Dan menjadi hebat tidak selalu karena penilaian atau sejenisnya.

"Yang penting kita rajin sholat dan rajin mengaji kan ya bu...?"
"Ibu lebih bangga kalau kita sholatnya rajin, mengajinya bagus, ya kan buu?"

Baca juga: Bekal Ka Zaha Pagi Ini


Ka Zaha mengulang-ulang yang sering saya sampaikan. Saya tulus dan intens menyampaikan hal tersebut. Bukan basa basi. Bukan juga saya tidak menghargai pencapaian akademik mereka. Namun saya selalu menekankan aspek lain yang menurut saya pribadi hakikatnya lebih penting.

Entahlah...

Tapi saya yakin Zaha akan mempersembahkan pialanya untuk saya. Pada saatnya nanti. Entah piala apa.

Tapi,

Iya...seyakin itu.

Yang lebih yakin, dengan atau tanpa piala kalian semua berharga di mata Ibu nak.

Semangat terus jadi anak baik yang selalu belajar menjadi lebih baik...tidak harus yang terbaik dari yang lain. yang lebih penting menjadi lebih baik dari diri kita kemarin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Komunikasi Suami Isteri

Family Fun Time With Colour to Life Faber-Castell

Mengenal Spektrum Elektromagnetik