Karena Anak-anakku adalah Energiku

Karena hidup yang tak sempurna sekalipun layak untuk disyukuri. Bahagia nyatanya ada bahkan dalam ketidaksempurnaan.

Baca: Hidup Yang (tak) Sempurna


Meski lelah menggelayut di sekujur raga. Rasa ingin segera sampai di rumah tak berkurang sedikit jua. Padahal antrian tugas di rumah tak kalah banyak siap menanti ditangani.


Iya, antrian domestic chores yang menunggu untuk diselesaikan. Anak-anak yang lelah, (mungkin kesal), belum mandi, belum makan, pasti menuntut pengertian, pelukan, ucapan manis dari Ibunya. Menyuruh mereka mandi, mengingatkan dan mengajak sholat, menyiapkan dan menemani mereka makan. Menemani dan membantu mereka belajar. Bahkan kadang bikinku lupa mandi.

Semua sudah terpatri di kepala. Tapi tidak surut rasa inginku tuk selalu pulang ke rumah sesegera mungkin.

Hai para working moms.. siapakah yang mengalami "keindahan" cerita yang sama? Sini berpelukaan. *teletubies mode on*

Meski harus berkali-kali menolak lembur.

Maaf tapi aku tidak bisa overtime. Dulupun saat masih ada support system di rumah,  kalau tidak terpaksa sekali, aku memilih menyelesaikan terlebih dahulu tugas yang akan dikerjaan di waktu lembur dan memilih pulang tepat waktu. Terlebih sekarang saat bayangan anak-anak merajai kepala sejak jam pulang sekolah tiba. Seperti berdentang-dentang di antara tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikan atau bahkan tetap terdengar riuh di tengah suasana rapat yang aku ikuti.

"Hmm beda emang yang gak butuh duit."

Bahkan selentingan setajam itu sudah ku anggap angin lalu. Tak perlu terlalu dibawa ke dalam hati jika hanya berujung luka.

Baca Juga: Terintimidasi sendiri dan Bagaimana Mengatasinya

Tak perlu pula menjelaskan kepada semua. Memilih waktu bersama anak yang memang membutuhkan kehadiranku di saat tidak ada lagi support system yang bisa dititipi mereka sepulang sekolah jauh lebih bernilai dari nilai nominal yang akan diterima sebagai konsekuensi lembur.

Sepanjang pekerjaan bisa kupertanggungjawabkan tunai sesuai waktu dan tugas. Pulang tepat waktu bukan pilihan lagi untukku. Tapi keharusan.

Lagi pula, bukan tugasku mengumpulkan pundi-pundi untuk kelangsungan keluarga. Aku hanyalah seorang wanita berstatus Ibu tiga anak yang atas ridho suami bekerja sebagai aktualisasi diri dan membantu menopang keluarga. Iya hanya membantu menopang suami. Atas izin dan ridhonya. Jadi saat ini aku tidak sempat dan tidak mau balik nyinyir pada pilihan orang lain. Buat apa meresahkan nyinyiran orang.

Rumah dan anak-anak dengan segala warna warninya tetap menjadi tempat kembali yang paling nyaman. Yang selalu membuatku ingin bergegas turun dari lantai 6. Mempercepat langkah kakiku yang kadang kebas karena lelah dan pegal. Perjalanan pulang bukan perjalanan yang selalu manis dan indah. Masih ada perjuangan yang harus dilalui untuk sampai ke rumah menemui wajah-wajah lelah pejuang kecil  sepulang dari sekolah masing-masing. - Mereka yang menuntut kehadiranku utuh dengan lelah yang melingkupi tubuh.-

Pun perjuangan tidak berakhir bahkan sampai semua sudah tertidur dipeluk mimpi masing-masing.

Tak apa, bukankah hidup memang untuk berjuang?

Tak lelah? Ahh pertanyaan bodoh! tentu saja lelah sangat. Fisik dan mental.
Ingin menyerah? Sering pastinya!

Baca Juga: Lelah berkepanjangan? Kamu Tak Sendiri Moms

Lalu kenapa bertahan?
Lalu kenapa terus bergerak?

Entahlah...
Mungkin karena kelelahan mendampingi dan mensupport mereka sesungguhnya adalah api energi yang menghangatkan ragaku.

Semoga dikuatkan jiwa ini, disehatkan raga ini...

Karena jalan mereka masih panjang dan cita-cita tertinggiku bisa mendampingi dan membersamai mereka menempuh jalan perjuangan mereka.

Ka Alinga, Ka Zaha, Dek Paksi...
Maafkan Ibu, terimalah Ibu seperti adanya...
Jangan menyerah.. tetaplah selalu jadi energi untuk Ibuk.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Komunikasi Suami Isteri

Family Fun Time With Colour to Life Faber-Castell

Mengenal Spektrum Elektromagnetik