Lelah Tak Terkira yang Terbayar Lunas oleh Keindahan Syurgawi Punjak Ijen.
Beberapa tahun lalu, saya bersyukur bersikeras dan memaksakan diri untuk ikut mendaki hingga ke Puncak Ijen. Antara percaya dan tidak percaya bahwa meski sungguh berat perjalanan hingga ke puncaknya, akhirnya saya bisa melihat dengan mata kepala sendiri bagaiman indahnya ciptaan Allah di ujung timur Pulau Jawa ini.
Saya sebetulnya sedang dalam kondisi kurang fit malam itu. Seharian penuh kami menjalankan tugas melakukan diskusi ke beberapa instansi dalam rangka pengumpulan data. Malam itu bukannya segera rehat, saya malah tidak bisa tidur gara-gara percakapan malam "jarak jauh"dengan suami yang malah menghasilkan kebuntuan. Intinya malam itu saya lagi "baper" tingkat dewa, eh kok malah curhat.
Seperti yang sering terjadi saat dinas keluar kota, malam-malam menjadi lebih panjang dan saya kesulitan tidur. Merasa kehilangan keriuhan anak-anak di sekitar saya. Bahkan rasa lelah yang seharusnya menghantam dengan rasa kantuk sering menguap dan menambah lelah ketika mata tak juga mengantuk. Terlebih godaan film-film di Movie Star, FOX, atau HBO membuat saya makin tak bisa menikmati rasa kantuk.
Saya sangat ingin tidur cepat karena harus bangun tengah malam menjelang dini hari. Iya meski kurang fit, siapa sih yang bisa menolak diajak naik ke puncak Ijen dan mncoba peruntungan bisa menyaksikan api abadi sang "blue fire".
Baca Juga: Unexpected Journey to Labengki: Mini Raja Ampat
Teman saya sudah menyiapkan semuanya. Saya tentu saja boleh ikut. Tapi tidak mengapa juga kalau tidak mau ikut. Tapi kan belum tentu ada kesempatan lagi kan? Hari-hari yang sangat pendek di Banyuwangi, yang sayangnya belum memuaskan saya menjelajah kawasan yang memiliki banyak obyek wisata yang menggoda ini.
Salah satunya Ijen. Gunung Ijen dengan kawah biru laksana lautan tosca dan blue fire-nya yang mengundang visitor dari berbagai belahan bumi laksana magis. Well, Ijen dan Baluran sih yang ada dalam bucket list saya saat ke sana beberapa tahun lalu. Meski kemudian sekarang makin banyak destinasi yang membuat penasaran di Banyuwangi.
Ijen, merupakan pegunungan, lebih tepatnya gunung berapi yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Berdasarkan info dari Wikipedia, Gunung ini memiliki ketinggian 2.386 mdpl. Letaknya berdampingan dengan Gunung Merapi. Gunung Ijen terakhir meletus pada tahun 1999. Pendakian gunung ini bisa dimulai dari dua tempat; Banyuwangi atau Bondowoso.
Tengah malam, kami kemudian sudah harus bersiap menuju Ijen. Kami menggunakan mobil yang disewa sekaligus sebagai bagian dari paket pendakian ke puncak Ijen. Dari hotel kami melaju menuju Kawasan Bumi Perkemahan Paltuding. Sesampainya di sana dalam kondisi gelap gulita, kami langsung diserbu angin yang sangat dingin saat keluar dari mobil. Bukan hanya menggigil saya merasa seperti membeku.
Jadi salah satu tips yang wajib diingat saat hendak ke Ijen adalah siapkan kostum yang tepat. Hawa dingin yang sangat menusuk dan kondisi alam yang menantang yang mengharuskan kita menempuh jalan menanjak dan curam di tengah malam, jadi wajib disiapkan dan disesuaikan ya kostumnya supaya kita gak saltum dan membuat perjalanan yang cukup berat makin terasa berat.
Selain jaket yang cukup hangat saya mengenakan sarung tangan dan juga long john. Beneran saya pernah mengalami winter tapi ini kok terasa lebih menusuk ya dinginnya. Mungkin karena anginnya yang dingin. Persiapkan juga masker yaa. Meskipun biasanya ada masker khusus yang nanti akan dibagikan pemandu.
Baca Juga: Wisata Ke Pulau Tegal Mas
Pakaian yang menghangatkan badan wajib hukumnya namun karena kita harus mendaki dalam arti yang sebenarnya, kita tetap harus mengenakan pakaian yang meskipun harus hangat namun tetap simpel dan tidak memberatkan, termasuk juga alas kaki. Jadi seringan mungkin, sehangat mungkin namun senyaman mungkin.
Tampaknya kami datang lebih awal, pemandu kami juga ternyata kurang update dinfo terkait pendakian Ijen terkini. Biasanya pendaki atau pengunjung sudah mulai bisa naik di pukul 01.00 dini hari namun beberapa hari ini ada gangguan asap belerang yang cukup berbahaya sehingga pengunjung hanya boleh memulai pendakian di pukul 02.30, paling cepat. Waah pertanda kita gak bakal ketemu sama blue fire ini mah.
Perjalanan hingga ke puncak bisa memakan waktu 2 jam, itu hitungan normal atau cepat. Kalau kita banyak berhenti dan beristirahat mungkin bisa 3 jam lebih baru sampai puncak. Memang ada jasa dari para penambang belerang untuk "menggotong" kita dengan gerobak/trolly mereka hingga ke puncak. Untuk one trip harganya bisa 300-500 ribu/orang, two way trip 700 ribu- 1 juta/orang. satu gerobak biasanya didorong/tarik oleh 1-2 orang bergantian.
Meskipun tidak yakin, namun saya dan teman-teman memilih berjalan kaki sendiri.
Sumpaaah, capeeek banget. kami sering berhenti. Setiap kali hendak menyerah, pemandu selalu menyemangati bahwa kami bisa. Pasti bisa! perjuangan itu akhirnya tunai... menjelang shubuh kami sampai juga ke puncak.
MasyaAllah, indah...se indah-indahnya....
Indah bangeeet... bukan cuma kawahnya yang biru laksana zamrud dihiasi kepulan asap belerang yang terasa mistis, namun lereng-lereng gunung di sekitar seperti lansekap syurgawi yang demikian indah memesona.
Indah tak terkatakan...
Lelah terbayar lunas.
Meski tentu saja rasa lelah tetap tidak hilang.
Rasanya bahagia banget bisa menaklukkan Ijen.
Baca Juga: Mengejar Matahari Bromo
Sayangnya saya atau kami agak kesulitan menunaikan shalat karena shubuh hampir usai saat kami sampai di puncak. Dengan bertayamum dan mengambil tempat agak tersembunyi di antara bebatuan saya sempatkan sholat dengan kostum yang ada. Alhamdulillah seluruh aurat tertutup.
Saat semburat mentari mulai tampak pemandangan menjadi makin spektakuler...
Ke penjuru manapun mata kita memandang, tak ada yang tak indah. Eksotis banget Ijen ini. Pantas saja meski susah dan beratnya mendaki Ijen, pengunjungnya tak pernah sepi. Bule-bule dan wisatawan manca negara juga banyak sekali yang menggilai Ijen. Bahkan mereka biasanya punya fisik dan mental yang lebih kuat, terbukti kami beberapa kali disalip oleh para bule yang notabene bahkan lebih berumur dari kami.
Pemandangan yang juga sangat khas adalah lalu lalang para penambang belerang yang memikul dan membawa hasil tambangnya naik turun di sekitar kawah.
Karena sudah subuh dan kondisi asap belerang yang sedang tidak bagus, kami tidak dianjurkan untuk turun ke bawah mendekati kawah. Beberapa kilometer sebelum sampai puncak bahkan kami dibagikan masker khusus oleh pemandu karena gangguan asap belerang. Ini juga menjadi tantangan tersendiri. Tidak sedikit yang terganggu dan pusing dengan aroma belerang yang menyengat.
Muka kucel dan lelah... -luar biasa lelah- sayangnya mengurangi ke afdolan berselfie ria... Kita photo ala-ala candid aja deh hahahaha...
Turunnya saya sudah menyerah, saya dan beberapa teman kemudian sepakat menggunakan jasa gerobak untuk sampai ke bawah. Hanya dua orang dari grup kami yang turun tanpa bantuan jasa gerobak/trolly.
Baca Juga: Karimun Jawa 2D1N Trip
Ah setidaknya sekali dalam hidupku, aku pernah menaklukkan Ijen. Mungkin pertama dan terakhir. Belum tentu lain waktu aku bisa melakukannya lagi. Pingin banget dan gak kapok sih, tapi sadar diri laah. Maklum mamak-mamak usia 40 tahunan yang sudah turun mesin 3 kali. Halaah alesyaaaan.
Kalau one day anak-anak udah mulai besar, kuat gak ya Ibunya diajak ke sini lagi? Kalau sehat sih mungkin tantangan ini bakal tetap aku terima. Tooh alon alon asal kelakon. Seperti yang disampaikan pemandu kami. Pelan-pelan tak apa, yang penting tidak menyerah. Pasti sampai ke puncak. :)
Jika ada kepingan syurga yang Tuhan cecerkan di bumi, ku rasa salah satunya Ia jatuhkan di Banyuwangi. Iya, di Puncak Ijen. MasyaAllah.....
Komentar
Posting Komentar