Kuliner Pinggir Jalan di Jogja, Sederhana namun Ngehits dan Ramai Pembeli

Sahabat Mom of Trio, Back to Jogja Kuyy. Emang ya, gak ada bosennya kalau main ke Yogyakarta. Bahkan meskipun hanya dalam 24 jam, kita bisa tetap menikmati Jogja. Menikmati wisata belanja? wisata budaya? wisata alam? atau wisata kuliner? Boleh pilih salah satu, boleh juga kita nikmati semuanya. Bukan omong kosong, saya pernah hanya dalam waktu kurang dari 24 jam bisa menikmati wisata komplit dari alam hingga kuliner di Yogyakarta.


Kalau gak percaya, cuss deh ke tulisan saya tentang menikmati Yogya kurang dari 24 jam ini. Dalam sehari saya bisa menikmati Pantai Goa Cemara, River Tubing di Goa Pindul, menikmati indahnya taman bunga amarylis di sekitaran Wonosari, lanjut Ngopi Luwak di jalan Palemwulung, diakhiri dengan menikmati sepiring hangat Bakmi Jowo dan segelas besar wedang uwuh hangat di Mbah Gito. What a day!

Yogyakarta memang selalu menawarkan keseruan tersendiri setiap saat kita datang. Setiap kunjungan menyisakan momen yang berbeda untuk dinikmati, bahkan meski kita berulang kali menyusuri langkah kaki di jalan Malioboro yang penampakannya mulai berubah dan menjadi lebih kekinian. Namun kekhasan suasananya membuat kita enggan melangkah dari kenangan masa lalu. Jiyaaah... mulai deh.  Tapi ya gitu sih, selalu ada setangkup haru dalam rindu tiap kali menjejak Jogja. Kamu juga kaan?

Jogja makin sulit dipindahkan dari hati selain karena selalu ada banyak pilihan untuk menorehkan kenangan, Jogja semakin mudah untuk didatangi. Mau lewat udara, meskipun sekarang ongkos pesawat mengawang-awang di udara hehehe, pastinya juga banyak pilihan lewat transportasi darat. Kalau kamu kuat bisa berkendara roda empat ke Yogya melewati tol-tol baru yang bisa juga jadi singgahan sekaligus berwisata. Kalau mau naik bus juga banyak banget kan pilihan dari Jakarta. Nah yang masih jadi favorit sih naik sepur nih. Tiket kereta Jogja Jakarta kan banyak banget pilihannya.

Kalau yang mau agak hemat bisa naik yang ekonomi, mau yang sekelas pesawat bisa naik yang sleeper train yang super mewah. Untuk yang menengah bisa pilih yang kelas bisnis kan. Nah bahkan selain pilihan harga dan kelas, kereta Jogja Jakarta juga terhitung banyak pilihan waktunya. Pergi malam trus pulang malam berikutnya pun bisa, which means seharian aja menikmati Jogja pun bisa banget kayak pengamalan saya di atas. Cuss aja cek ke tiket dan jadwalnya di Traveloka buat pastiin.

Kalau mau seharian hanya kulineran saja di Jogja juga bisa sih. Mau kuliner tradisional sampai kuliner yang unik dan tidak mainstream, bisa banget. Jogja gak harus Gudeg lhooo. Meskipun saya bisa referensikan Gudeg yang bisa masuk ke lidah untuk kamu yang kurang suka terlalu manis atau bukan orang Jawa. Ada Gudeg Permata yang leckkeeer. Klik aja ya, saya sudah pernah review Gais.

Naah kalau mau yang gak mainstream, gimana kalau kuliner Jogja yang sehat dan unik. Ada restoran Bumi Langit dengan makanan organik, Saoto Bathok dengan cita rasa super light namun sensasional, atau Ayam Kampung Panggang Mbah Dinem. Kuliner Unik Yogayakarta ini juga sudah pernah saya review. :)

Kali ini saya masih mau cerita dan ngobrol tentang Kuliner Jogja nih. Gimana kalau yang kali ini, kita icip-icip kuliner pinggir jalan tapi fansnya luar biasa sampai rela duduk di emperan dan pinggiran jalan hahahaha. Eh tapi ini bukan kuliner lesehan di sepanjang Malioboro itu lhoo. Kuliner pinggir jalan yang bisa kita nikmati walaupun kita hanya satu hari saja, kurang dari 24 jam di Yogya.

Well, sebut saja kita sampai ke Jogja pagi atau dini hari setelah menikmati kereta malam dari Jakarta. Naah paling enak, pagi-pagi kita langsung cuss ke Soto Dalbe nih. Siangnya kita bisa makan siang dan siap-siap antri di Ayam Geprek Bu Rum. Nah untuk makan malam bisa makan nasi goreng rempah daging sapi Padmanaba.



Soto Dalbe

Hmm Jogja menyambut pagi dengan kuah soto ayam yang hangat dan penuh cita rasa. Untuk kamu yang baru sampai ke Jogja pagi atau dini hari dengan kereta atau dengan pesawat, cuss lanjut ke Soto Dalbe untuk memulai harimu di Jogja.  Soto ayam kampung milik Pak Dalbe ini selalu ramai setiap harinya. Buka dari pukul 06.00 sampai habis. Biasanya tidak sampai setengah hari sudah habis. Sehari Pak Dalbe bisa menyajikan hingga 500 porsi lho. war biasa yaa. Memang ramai banget niih meski harus makan di pinggir jalan alias di trotoar.


Soto ayam dengan kuah bening, ada bihun, irisan kol, toge, daun seledri, serta suwiran daging ayam kampung ini terasa segar dan pas di lidah. Kuah bening kekuningan dengan aroma jahe, serai, dan daun jeruk yang khas dan segar. Tampaknya kaldu ayam kampung yang menjadi penguat rasa nikmat dari kuah soto ini. Makan dengan nasi yang langsung dicampurkan dalam mangkok soto atau bisa juga minta dipisah. Etapi jangan jauh-jauh ya dipisahnya nanti susah ketemu #eaaa.



Nasi dan kuah soto yang mantap makin nikmat didampingi sate ayam. Ini beneran sate ayam ya, bukan sate usus ayam atau sate ati rempela ayam. Bentuk dan bumbunya persis seperti sate usus atau ati rempela ayam, tapi isinya daging ayam. Waah rasanya enak dan juga empuk meski dagingnya di iris montok-montok menambah selera makan.

Bisa juga pesan tambahan lauk seperti tempe goreng dan lentuk (gorengan dari ketela pohon). Harga satu porsi nasi + soto ayam dengan sate dan gorengan, tidak lebih dari Rp.16.000,- Karena beramai-ramai saya tidak tahu persis harga satuannya. tapi kurang lebih sekitar Rp.15.000,- saja dengan porsi lengkap.



Soto Pak Dalbe sudah berusia cukup tua. Kabarnya Pak Dalbe Asari memulai usaha sotonya sejak 1995, saat ini ada beberapa cabang di Jogja. Naah saya makan di Soto Pak Dalbe yang ada di Jalan Jendral Soedirman. Di depan Gereja Baptis Indonesia Anugerah, Sebrang Pizza Hut. Satu deretan dengan Hotel Swissbell. Untuk yang membawa kendaraan, bisa diparkirkan di sebrang jalan, di halaman kantor Harian Tribun Jogja.

Baca Juga: Wisata Edukatif di Jogja

Well, ini beneran kuliner pinggir jalan karena tidak ada ruang permanen. Soto Pak Dalbe dijual di atas gerobak soto yang diparkirkan begitu saja di depan pagar di trotoar tersebut. Ada beberapa meja dan kursi tapi membludaknya penyuka kuliner justru memenuhi trotoar sepanjang jalan tersebut.



Disediakan tikar yang berjejer panjang untuk para pengunjung. Pagi-pagi lesehan di atas tikar warna warni, melepas sepatu atau sendal lalu menikmati nasi hangat dan soto yang segar rasanya menjadi kenikmatan pagi tersendiri. Apalagi saat seorang pengamen yang tampaknya sudah permanen perform di sana, memetik gitarnya sembari menyanyikan lagu-lagu cinta yang bikin baper. Hahayyy...


Next untuk makan siang kita coba Ayam Geprek!

Ayam Geprek Bu Rum


Ayam geprek dan segala yang digeprek emang lagi ngehits ya. Naah salah satu yang bikin penasaran karena pembelinya harus siap mengantri adalah Ayam Geprek Bu Rum. Yang ini juga posisinya persis di pinggir jalan. Warungnya menempel di tembok rumah di pinggir jalan yang cukup ramai lalu lalang.


Ayam Geprek Bu Rum tidak sendirian di Jalan Wulung Lor, Papringan, Caturnunggal, Depok Sleman ini. Ada beberapa warung sejenis, namun yang paling ramai dan para pembelinya mengantri panjang ya yang milik Bu Rum ini. Jangan salah ngantri yaa. Kabarnya Bu Rum pelopor ayam geprek di sini. Ada poto Bu Rum di spanduk depan warung.  Sejak 2003 nih Bu Rum berdiri, capek dooong!

Menunya sederhana sih, nasi dan ayam goreng tepung yang digeprek. Ada pendamping berupa sayur kol atau sayur kuning sejenis, lalu ada tahu goreng dan tempe goreng juga. Agar tidak bingung langsung saja ngantri yaa. Karena ini self service cyiin.



Kita ambil piring dari rotan yang dialasi kertas lalu bisa langsung ambil nasi di tempatnya. Silahkan sesuai selera, kalau mahasiswa atau para pria biasanya ambil nasi sebanyak-banyaknya hahaha. Trus lanjut ambil atau pilih ayam goreng tepungnya. Silakan pilih bagian yang kamu suka ya. Sayap, dada, paha, apa aja yang kamu mau. Karena ramai ayam goreng ini tampak masih hangat saat saya pilih. Mungkin itu juga ya yang jadi nilai lebihnya. Ayam dan lauk fresh from penggorengan. Plus jumlah cabe yang bisa kita minta sesuai tingkat kepedasan yang kita mau.

Baca Yuk: Menikmati Jogja dari Ketinggian


Lalu lanjut pilih tambahan lauk yang kamu suka. saya pilih tahu goreng dan tempe goreng selain sayap ayam yang sudah saya pilih. Saat menu lengkap ada terong crispy juga katanya. Karena tampak kering kalau gak pakai sayur saya tambahkan sesendok sayur kol bumbu kuning. Jujur saya ikut-ikutan yang antri di depan sih hahaha.



Nah akhirnya sampai giliran saya nih. Ibu Rum (atau mungkin anak atau menantunya yaa), pokoknya Ibu yang siap dengan cobek besar dan ulekan memastikan berapa banyak cabai yang saya minta. Kamu bisa sesuaikan dengan kekuatan lidahmu yaa. Saya mah bukan pecinta pedas jadi saya cuma bilang 1. Itupun ternyata pedas banget geng! maklum cabai rawit yang dipakai yang jenis kepedasannya warbiasah.


Ibu tadi lalu mengulek 1 cabai dengan potongan bawang putih dan penyedap rasa alias mecin. Hahaha ini rupaya rahasia kenikmatannya. Diulek halus, lalu ayam, tahu, tempe digeprek dan diulek diatas bumbu tersebut. Aroma bawang putih mentah dan cabai yang menyeruak memang membuat kita ngencess #eh baca mouth watering.



Hmm dari penjelasan saya bisa dibayangkan yaa rasanya seperti apa. Kiranya sensasi pedas dari bumbu yang langsung diulek dengan jumlah cabai suka-suka sesuai selera ini membuat ayam ini ramai dikunjungi. Harganyapun sangat aman di kantong. Untuk satu potong ayam dengan nasi dan tambahan beberapa lauk hanya sekitar Rp.15.000 saja.

Nasi Goreng Sapi Padmanaba

Nah yang ini kuliner malam. Tidak beda dengan yang sebelumnya saya ceritakan. Selain ngehits karena pembeli yang ramai, lokasinya juga tepat di pinggir jalan. Nasi Goreng Padmanaba menggelar tenda dan lesehan di seberang Stadion Kridosono Kotabaru Jogja. Nama Padmanaba sendiri diambil dari nama julukan SMAN 3 Yogyakarta di mana nasi goreng ini berjualan di trotoar yang ada di depan sekolah tersebut.


Apa yang istimewa? Hmm mungkin bumbu rempah kari dan irisan daging sapi yang menyatu dalam nasi goreng ini. Mirip dengan nasi goreng kambing kebon sirih sih kalau di Jakarta. Bedanya bumbu rempah ini didampingi potongan daging sapi.

Saking banyaknya pengunjung, kita bisa melihat deretan pembeli yang duduk di sepanjang trotoar dengan alas tikar. Menunggu nasi goreng disajikan. Tergantung keberuntungan, kalau kita datang saat nasi sedang diproses dan masih masuk dalam hitungan yang bisa disajikan kita menunggu sekitar 10 menit. Nasi goreng hangat akan kita nikmati dengan sepotong telor ceplok dan irisan acar timun. Jika kita datang dan nasi sudah matang, bisa jadi nasi tidak terlalu panas. Ini karena nasi digoreng secara massal dalam penggorengan besar dengan bumbu kari yang khas. Telor ceplok juga digoreng massal.



Meski tampak sederhana, nasi goreng dengan irisan daging sapi, telur ceplok goreng, irisan acar timun, dan keripik atau emping melinjo ini rupanya digemari para pecinta kuliner malam baik warga lokal maupun turis lokal. Rasanya lumayan enak dan tidak berlebihan dengan daging sapi yang lembut. Persis ala nasi goreng kambing, namun dengan daging sapi.

Harganya Rp.15.000,- untuk porsi biasa dan Rp.16.000,- untuk porsi jumbo. Well menurut saya tidak terlalu signifikan perbedaan porsinya layaknya selisih harga yang juga tidak signifikan. Untuk minuman hanya tersedia teh tawar ataupun manis dengan es atau hangat. Harganya hanya Rp.2000,-



Jadi gimana? Jogja dengan kuliner pinggir jalannya gak bakalan bikin kamu kelaparan meski dompetmu mulai menipis kan? Sederhana namun sensasinya berbeda... Ngehits pulak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Komunikasi Suami Isteri

Family Fun Time With Colour to Life Faber-Castell

Mengenal Spektrum Elektromagnetik