Having a Baby After 40's: Yay or Nay
Hamil dan melahirkan anak di usia 40 tahun ke atas? Hmm Yay or Nay? selalu ada 2 kubu dalam menyikapi pertanyaan sejenis ini. Bisa dipahami karena masing-masing kubu juga memiliki alasan dan latar belakang pemikiran yang berbeda ketika disodori pertanyaan ini.
Trus kenapa sih pake nanyain pertanyaan yang kontroversial seperti ini? Masih pingin hamil dan punya baby lagi di usia 40 plus plus ini? Hmmm to be honest, sebetulnya sebelum mencapai angka 40 setahun lalu saya masih pingin nambah 1 anak lagi sih. Tapi saat itu memang tidak ada yang support saya. Anak-anak maupun suami. Trus sekarang setelah 40 lewat ada yang support? Makin keras mereka say NAY! hahaha
Kalau ditanya dulu pingin punya anak berapa, maka saya biasanya menjawab 5. Entah kenapa, saya pingin punya anak 5. Kayaknya sih pas gitu kalau punya 5. Buat saya 3 anak terlalu sedikit. Bandingkan dengan Mimi, Ibu saya yang memiliki 8 anak plus 1 nak tiri dan beberapa keponakannya yang juga diasuh seperti anak sendiri. Nyatanya sekarang Mimi di rumah tinggal hanya berdua dengan si bungsu. Iya sih Kakak-kakak saya dan keluarganya tinggal di sekitar rumah Mimi. Tapi kayaknya banyak anak saja bisa begitu ya, apalagi kalau cuma 3.
Bukan saya merasa tidak lelah menjadi working mom dengan trio krucils yang super aktif. Lelah book! entah mengapa keinginan menambah anak (satu lagi deh) masih terus menggoda pikiran saya. Terpikir untuk memiliki anak yang benar-benar direncanakan sejak hamil, melahirkan hingga membesarkan nanti disiapkan untuk menjadi penghafal Al Qur'an. Saya suka bertanya sama Dek Paksi juga sih, Adek mau gak jadi penghafal Al Qur'an dan saking seringnya saya ceritakan tentang keutamaan penghafal Al-Quran. Finally, setelah sebelumnya selalu ogah-ogahan, Dek Paksi bilang: " Hmmm terserah Ibu deh", Nah lhoo.
Eh tapi bukan berarti Trio Krucils hadir tanpa rencana sih. Mereka memang lahir tanpa proses promil dan sejenisnya karena alhamdulillah saya type perempuan yang disenggol aja tekdung #eh. Bahkan hamil Ka Zaha dulu saya masih menggunakan kontrasepsi dan menyusui Ka Al. Nah karena soal usia juga sebetulnya saya sungguh merasa bersyukur saya kemudian segera diberi 3 karunia anak dengan jarak berdekatan sekalipun. Memiliki anak pertama di usia 30 tahun, anak kedua di usia 32 tahun, anak ketiga di usia 34 tahun.
PR memiliki Dek Paksi membuat saya kemudian menggunakan kontraspesi yang lebih aman meski saya ketakutan setengah mati saat memasangnya. Meski 3 kali melahirkan mereka dengan sectio namun saya tidak disteril karena belum berpikir untuk berhenti memiliki anak. Dokter yang menangani kehamilan dan kelahiran Dek Paksi bilang, "masih bisa 4 kok bu". Saat itu sama sekali tidak terbayang saya masih pingin segera hamil lagi. Maunya istirahat dulu dan fokus sama Trio. Namun belakangan menjelang usia 40 keinginan hamil dan memiliki bayi lagi entah kenapa makin menggebu.
Pertimbangan kesehatan merupakan alasan utama tidak ada dukungan dari suami dan anak-anak. Hmm sebetulnya kalau anak-anak sih tidak mau nambah saingan :D. Mereka suka dengan baby kecil yang lucu sebetulnya. Ponakan saya belum lama punya baby kecil dan mereka senang sekali. "boleh punya baby kecil, pinjem aja sama siapa nanti kalau sudah besar balikin lagi bu.." Emangnya boneka. "Iya kalau udah besar suka nyebelin soalnya bu... kayak dek Paksi..." Haduuuh
Belum lama saya melemparkan pertanyaan tentang hamil dan memiliki anak setelah usia 40 tahun. Tentu saja saya ingin tahu juga apa alasan untuk yang pro dan yang kontra. Saya tidak menyangka kalau banyak juga yang say YES! tentu saja kemudian dengan alasan yang beragam. Apapun alasannya tentu menjadi sangat personal dan subjektif. Dari sana kemudian saya menemukan garis merah bahwa kita tidak bisa mengeneralisir sesuatu. Bahkan untuk sebuah pertanyaan yang jika dilihat dari logika dan resiko kesehatan jawabannya adalah NO.
Yuk kita simak diskusi di wall facebook saya beberapa waktu lalu.
YES!
Mereka yang menjawab Yay, sebagian besar karena memang kondisinya alhamdulillah sudah mengalami sendiri melahirkan di usia 40+. Mba Liza Permasih langsung jawab Yay. Bisa dipahami karena Ibu hebat ini, tahun lalu baru saja memiliki anak ke 7 nya di usia 40 plus. Semua dilahirkan secara normal dan beliau tidak punya ART, bekerja juga meski dari rumah. Gimana gak hebat coba. Namun Mba Liza juga sempat deg-degan saat menjalani kehamilan terakhir di usia 42 lalu. Makanya Ia harus selalu rajin kontrol. Alhamdulillah Ibu dan baby sehat.
Yang juga memiliki pengalaman baru saja memiliki baby di usia 40+, Mamih Sandra Nova nih. Belum lama melahirkan baby keduanya dengan sectio. Menurut Mamih Sandra, "umur nggak bohong sih :D pas hamdun kemarin lebih lelah dan harus dijaga banget karena lebih rentan dan cek segala macem takut ada kelainan." Alhamdulillah Baby Girl cantik lahir selamat dan sehat. Sectio lagi karena kepalanya belum turun-turun tapi ketuban sudah menipis
Pengalaman memiliki baby di usia 40+ juga dijalani Mba Sri Widiyastuti . Anak beliau yang ke 6 lahir saat usianya 44 tahun. Alhamdulillah kondisi kehamilannya sehat, bayinya juga sehat meski menurut Mba Sri, "sehatnya bumil lah mba... apalagi udah kepala 4." Jadi meskipun alhamdulillah sehat, semua sepakat bahwa tetap terasa beda ya. Ada catatannya, harus ektra hati-hati dan dijaga dengan baik.
Om Dian Kelana juga membagi kisah si bungsunya Rizqy yang lahir normal saat bundanya berusia 42 tahun. Hmm inspiring yaa.
Yang menarik pengalaman Mba Belinda Kusumo. Mba Belinda mengalami kebalikannya. "Berhubung dipercayakan Allah, jadi terima dengan sukacita. Daku sekarang bumil 40+, usia baby 23week. Syukurnya diberi kekuatan, semangat lebih, energi lebih, sukacita selalu. Sampai teman-temanku terdekatku bilang ini hamil kok masih gesit. Pernah tidak sadar jemput anak setengah lari. Apa bawaan anak cowok ya. Dulu anak pertama umur 30, kok malah loyo." Wuiih lancar dan sehat terus sampai hari H ya mba 😚.
Anak itu rezeki, jadi InsyaAllah diterima dengan baik. Mba Nita, Mba Ayu Guritno sepakat bahwa itu rezeki dari Allah. Siapa yang bisa menolak?. Mba Edelyn menegaskan, rejeki namanya. " aku udah punya yang kuliah dan punya juga yang batita."
Diah Dwi Arti berpendapat "Kalo pingin punya anak di usia segitu, yay mbak."'Apalagi kalau belum punya sampai usia 40 gimana? masih berusaha..." Tambah Mba Handayani Abd Widiatmoko. Senada dengan itu Mba Vita Pusvitasari berpendapat "Kalau aku mah gak masalah, masalahnya di usiaku 36 sekarang bekum punya bayi satu pun, masih berjuang program hamil terus ikhtiar dan berdoa, tanteku pernah melahirkan di usia 41 dan normal bisa, temanku juga ada yang hamil di usia 40 tahun sehat aja" Amin InsyaAllah Semangat ya mba. Pengalaman melihat Mama dari anakknya hamil lagi di usia 40+ juga membuat Mba Handrini semangat menjawab Yay!
Baca Juga: Mengenang Proses Kehadiranmu Paksi
Baca Juga: Mengenang Proses Kehadiranmu Paksi
Waah ternyata yaa, macam ragam ceritanya.
Jadi untuk yang memang Qadarullah harus mengalami hamil dan melahirkan di usia 40 + tetap semangat dan positive thinking. "Kalau udah nikah dan hamil, aku bakal ada di rentang usia ini yang katanya riskan. Tapi whatever will be, will be lah. Positive thinking aja." Semangat Neng Efi Fitriyyah. Semangat juga buat Mba Ayu Dahlia dan teman-temannya di grup promil yang masih semangat ikhtiar promil meski sudah 40 +. Semoga Allah mudahkan ya mba.
Uni Dian Onasis malah sangat antusias. "Yay... for me.. having a baby always a magic moment. I will always say yes to baby." Hmm luar biasa ya semangatnya. "Kalau dikasih, alhamdulillah. Insyaallah bisa, Allah yang akan mampukan." Mba Anne Adzkia Indriani percaya kalau dikasih, Allah akan mampukan.
Vika, Ellisa Vikalista masih mau punya Baby meski di usia 40 an karena masih pingin punya baby yang masih nurut saat kakak-kakaknya sudah mulai besar dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Dengan catatan, kondisi ekonomi dan kesehatan mendukung. Mba Krismiyati Tasrin juga mengandaikan jika Ia bisa bekerja dari rumah, "I will always say yes...;-D" Infact, Mba Kris kerja kantoran sekarang. Hmm kalau mau punya baby lagi berarti kerja dari rumah dulu ya Mba.
NO! Because...
Untuk jawaban yang No juga kita bisa mengambil pelajaran, inspirasi dan manfaat juga. Selain karena alasan yang sifatnya personal dan itu sah-sah saja. Pengalaman yang pernah dialami sendiri atau orang terdekat dan juga pertimbangan resiko kesehatan menjadi alasan utama untuk tidak memilih melahirkan di usia 40+.
"Kalau boleh berencana sih..pengennya Nay, tapi kalau udah dikasih ya diterima dan dijalani aja. Aku melahirkan anak terakhir (ke-3) umur udah 37 dan berasa banget perjuangannya,dan Alhamdulillah lancar dikehamilan dan persalinannya." Nah ini pendapat mba Hi Quds berdasarkan pengalamannya.
Pengalaman sejenis juga dialami Mba Deka Amalia. "Terakhir hamil anak bungsu usia 38, sudah payah banget. Kaki bengkak dan sering kram. Kurang kalsium. Minum dosis tinggi. Kulit rusak berbercak. Beda banget saat hamil anak 1 dan 2 saat usia 29 dan 33. Kondisi tubuh sudah menurun karena usia. Usia 40 an beresiko tinggi untuk ibu dan bayi. Walau semua berpulang pada kondisi tiap orang ya. Beda juga siih. Kalau kuat mungkin gak apa apa."
"Nay... aku terakhir hamil Ello alhamdulillah sangat menyenangkan di umur 34. Dimanja banget.. tapi proses melahirkan sangat menegangkan dan pemulihannya lebih lambat dari biasanya. Dan pinggang ke bawah sekarang masih sangat lemah, backpain, lutut gampang keseleo. Proses lahiran semua normal dengan mengedan yang panjang sekuaaaaaat mungkin... 😉😉😉" Hmm resiko pasca melahirkan juga membuat Fitria Firman memilih tidak.
Isti'adzah Rohyati tegas memilih Nay karena justru punya target di usia 30 tahun sudah mau "tutup pabrik". "Ini udah 32 tahun sekarang, anak udah ada 3, tapi kayaknya dari pihak satunya masih pengin nambah lagi tapi aku bingung." Waah semangat Mba, masih 32 tahun masih cukup aman tuh buat memiliki baby lagi. "Kalau udah dikasih mah palingan hepi-hepi aja ya. Tapi kalau kudu promil dulu, aku belum siap sekarang. Paling engga nunggu akhir tahun depan deh promilnya lagi 😅" Tambah Mba Isti.
Mba Zata Ligouw juga memiliki anak ketiga di usia 32 tahun. "gak direncanain sih, 2 minggu doang galau, sisanya hepi berattt 😁" Nah aslinya Mba Zata sih bilang "tergantung. Klo udah keburu dikasih aka 'kecelakaan' karena gak direncanain, ya di-YAY-in aja hehehe. Tp klo emang bisa diatur, aku prefer ngga.." Mba Antung Apriana tampak memilih tidak dan berharap bisa hamil lagi sebelum usia 40, meski tetap semua diserahkan sama Allah.
Haya Aliya Zaki memilih Nay karena mamanya dulu hamil di usia 42 dan beliau kepayahan banget. Pengalaman kehamilan yang lemah juga membuat Mba Winda (Emak Gaoel) memilih Nay. "Kehamilan terakhir hampir 10 tahun yg lalu, dan lemah banget, apalagi kalo udah 40 😆". Badan sudah ngerentek, kalau istilah Makneng Tanti Amalia. Senada dengan yang diungkapkan Mba Alia Fathiyah, "Kasihan Ibu dan bayinya karena fisik dan rahim sudah berbeda kondisinya di usia tersebut."
Muna Sungkar yang baru saja mengalami hamil dan melahirkan di usia 34 tahun mengungkapkan pengalaman yang sama, " Masih 34 aja udah capek banget mbak. Ga kebayang klo udah 40 belum lagi resikonya, Nay ... Nay ... Nay .... Big nay." Tidak berbeda pengalaman Mba Nunung Yuni Anggraeni yang kemarin hamil dan melahirkan di usia 39 dan merasa sangat capek . Mba Nunung menyadari hamil di usia 35 tahun ke atas banyak resiko. Pertimbangan sudah ada 3 krucils juga cenderung membuatnya memilih Nay. "Kalau baru satu mungkin gak papa ya nambah dan hamil lagi di usia 40 tahun"
Mba Nur Islah malah merasa ngeri karena sempat mendengar dokter kandungan bilang beresiko pada ibu dan anak jika hamil dan melahirkan di usia 40+. Hal ini dibenarkan Dokter Blogger Liza Fathiariani bahwa dari sisi medis, hamil di atas usia 40 tahun itu beresiko tinggi terhadap janin dan ibu sendiri. Resiko tinggi ini juga menjadi alasan yang paling utama, Simbok Olenka Priyadarsani tegas-tegas menjawab nay nay nay nay nay nay... Bunda Rita Pranawati juga menjawab diplomatis " if I can choose, I choose no...karena kerentanannya yang tinggi."
Resti atau resiko tinggi hamil dan melahirkan di usia stelah 40 tahun ini juga saya dapati pada beberapa kasus pada mereka yang saya kenal. Mulai dari masalahpada sang Ibu maupun pada sang anak yang kemudian dilahirkan. Salah satu resiko yang sangat mungkin terjadi adalah pre-eklampsia yang dalam hal ini beresiko tidak hanya pada Ibu namun juga pada janin. Kakak ipar saya (almarhumah) juga mengalami pre-eklampsia saat mengandung si bungsunya di usia 40+ baby alhamdulillah sehat namun kakak saya kemudian mendapati beberapa kelainan di Jantung, darah tinggi, dan diabetes seiring dengan proses hamil dan kelahirannya sehingga mengharuskannya di sectio. Ada teman yang juga mengalami pre-eklampsia, kali ini janinnya yang menghadapi masalah sehingga harus dilahirkan meski belum cukup umur. Lahir prematur dan hanya beberapa hari menjalani usianya. Laa Haula wa Quwwata Illa Billah.
Resti atau resiko tinggi hamil dan melahirkan di usia stelah 40 tahun ini juga saya dapati pada beberapa kasus pada mereka yang saya kenal. Mulai dari masalahpada sang Ibu maupun pada sang anak yang kemudian dilahirkan. Salah satu resiko yang sangat mungkin terjadi adalah pre-eklampsia yang dalam hal ini beresiko tidak hanya pada Ibu namun juga pada janin. Kakak ipar saya (almarhumah) juga mengalami pre-eklampsia saat mengandung si bungsunya di usia 40+ baby alhamdulillah sehat namun kakak saya kemudian mendapati beberapa kelainan di Jantung, darah tinggi, dan diabetes seiring dengan proses hamil dan kelahirannya sehingga mengharuskannya di sectio. Ada teman yang juga mengalami pre-eklampsia, kali ini janinnya yang menghadapi masalah sehingga harus dilahirkan meski belum cukup umur. Lahir prematur dan hanya beberapa hari menjalani usianya. Laa Haula wa Quwwata Illa Billah.
Mba Uli Hape bahkan punya pengalaman langsung dari dokter tempatnya berkonsultasi saat berencana hamil di usia 38 lalu, supaya tahun ini bisa hamil dan pas usia 40 melahirkan. Dokternya bertanya "seegois itukah ibu?". "Pada akhirnya secara teori usia 40 sudah tidak disarankan lagi, kondisi lingkungan saat ini , mutasi genetik, dan lain-lainnya. Kalau mau hamil harus tes ini itu dan butuh biaya yang tidak sedikit, kalau bersedia silahkan." Kualitas sel telur juga ternyata mempengaruhi. Untuk kualitas sel telur yang sudah tidak bagus ada kemungkinan memiliki anak yang tidak sempurna, tambah dokter Mba Uli. Hmm pertanyaannya apakah anak bisa memiliki semangat yang sama?
Penjelasan dari Dokter Mba Uli mungkin bisa jadi bahan pertimbangan juga ya.
Innova Carolina memilih Nay karena sudah punya 2 anak. Hmm kalau nambah artinya akan waktu yang semakin menyita. Waktu untuk me-time terutama "Bisa makin kucel nanti hahaha, tapi kalo memang dikasih ya gapapa disyukuri, tetep dijalani. Tapi kalau planning sih enggak." tambahnya.
Merasa sudah nyaman dengan anak-anak yang sudah besar dan tidak lagi menghadapi kerepotan mengurusi bayi juga membuat Mba Maya Siswadi dengan logis memilih Nay. Meskipun godaan melihat lucunya bayi-bayi orang kadang bikin gak tahan. Hmm kok sama sih kayak aku Mba May :P, eh lagi-lagi pertanyaannya, "yakin bakal mau sibuk-sibul ngurusin baby lagi?" Nah lhoo.
Mba Myra Anastasia juga prefer "Nay". "Anak-anak udah mulai gede. Rasanya gak sanggup ngurus bayi lagi. Meskipun gak nolak juga. Namanya juga rezeki. Mamah saya anak ke-4 di usia 40. Kelihatannya kuat. Saya waktu itu udah SMA. Jadi sehari-hari ngasuh adek. " Kalau ada support system yang bisa bantu rupanya jadi bahan pertimbangan juga ya. Persis seperti pendapat Mba Lia, Bunda Shidqi: "Aku sudah merasa cukup 😂😂. Kecuali kalau ada yg bantuin dan kita gak ngurusin semuanya. Ada tetangga yang hamil di usia 42 tahun Alhamdulillah sehat semua, kakak-kakaknya pada bantuin mamanya." Naah...
Baca Juga: Mengenang Proses Kehadiranmu Zaha
Baca Juga: Mengenang Proses Kehadiranmu Zaha
Selain pertimbangan fisik, Mba Damar Aisyah memilih Nay karena pertimbangan psikologis sang Ibu. Menurut Mba Nitaninit Kasapink, usia 40 tahun sudah waktunya mengembangkan diri, merawat diri. Buncha Elisa Koraag juga memandang usia 40, waktunya berkembang meningkatkan wawasan dan mengasuh yang sudah ada.
Yay or Nay, kembali ke preferensi dan kondisi masing-masing tentunya yaa. Intinya kita paling tahu kondisi fisik, mental, dan kejiwaan kita. Kita bisa memilih dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. Namun nyatanya ada juga yang tidak bisa memilih. Jadi apapun pilihan dan kondisi yang harus dihadapi, tetap semangat dan bersyukur karena Dia Maha Baik dan insyaAllah tahu apa yang terbaik untuk kita.
Komentar
Posting Komentar